TIMES TEMANGGUNG, MALANG – Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak menunjukkan keunggulan dengan perolehan 58,14% suara dalam hasil hitung cepat (quick count) SIGI LSI Network.
Dominasi tersebut tidak hanya menegaskan posisi politik mereka sebagai petahana yang kuat, tetapi juga mencerminkan dinamika elektoral di Jawa Timur yang terus berkembang.
Namun, kemenangan besar itu membawa lebih dari sekadar angka. Ada narasi politik yang menarik untuk dibedah. Mulai dari peta kekuatan, pola perilaku pemilih, hingga tantangan strategis ke depan.
Peta Kekuasaan: Konsolidasi yang Efektif
Peneliti Litbang TIMES Indonesia, Ferry Agusta menjelaskan Khofifah-Emil menunjukkan kemampuan luar biasa dalam mempertahankan dukungan di daerah-daerah yang menjadi basis kekuatan mereka.
Di wilayah Dapil 5 (Jember-Lumajang), pasangan ini meraih 67,88% suara, sementara di Dapil 4 (Banyuwangi-Bondowoso-Situbondo), mereka mencatatkan kemenangan sebesar 62,86%.
"Keunggulan ini mencerminkan keberhasilan mereka dalam mengelola isu-isu lokal, seperti pembangunan infrastruktur pedesaan dan penguatan ekonomi berbasis agraris," kata Ferry, Rabu (27/8/2024).
Sebaliknya, paslon Khofifah-Emil menghadapi tantangan di daerah urban seperti Surabaya (Dapil 1). Pasangan Tri Trismaharani-Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans mencatatkan dominasi dengan 72,5% suara.
Menurut Ferry, hasil tersebut dapat dimaknai sebagai sinyal bahwa kawasan perkotaan membutuhkan pendekatan kebijakan yang lebih kontekstual.
Perilaku Pemilih Jawa Timur
Hasil hitung cepat ini mencerminkan pola perilaku pemilih Jawa Timur yang cenderung stabil dalam mendukung pemimpin dengan rekam jejak kuat. Khofifah, sebagai gubernur perempuan pertama di Jawa Timur, mampu menarik simpati luas, terutama di kalangan perempuan dan komunitas pesantren. Emil Dardak, dengan latar belakang teknokrat, melengkapi narasi pasangan ini sebagai kombinasi pemimpin religius dan progresif.
Namun, kata Ferry, tantangan di Surabaya menandakan adanya segmentasi yang lebih tajam di antara pemilih perkotaan dan perdesaan. Pemilih di perkotaan cenderung menuntut solusi konkret terhadap isu transportasi, urbanisasi, dan kesejahteraan ekonomi mikro.
"Pasangan Risma-Gus Hans, dengan pendekatan yang lebih populis, berhasil menarik suara mayoritas di wilayah ini," kata Ferry.
Catatan bagi paslon Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim, yang berada di posisi ketiga hitung cepat dengan perolehan 8,38% suara. Kendati memiliki basis pendukung setia di beberapa kantong suara, pasangan ini belum berhasil menarik simpati luas.
Menurut Ferry, Luluk-Lukman harus bersaing di tengah polarisasi Khofifah-Emil dan Tri-Gus Hans. Hal itu menunjukkan pentingnya strategi kampanye yang lebih inklusif dan berbasis isu-isu prioritas masyarakat Jawa Timur.
Tantangan Politik dan Harapan di Periode Kedua
Meski demikian, Ferry menambahkan jika hasil resmi KPU sejalan dengan quick count, Khofifah-Emil akan melanjutkan kepemimpinan untuk lima tahun ke depan. Namun, kemenangan ini membawa tantangan baru. Ekspektasi publik terhadap pasangan ini akan semakin besar, terutama di wilayah urban yang memberikan suara rendah bagi mereka.
Konsolidasi kekuasaan di pedesaan harus diimbangi dengan pendekatan baru di kota-kota besar. Khofifah-Emil perlu menghadirkan solusi yang lebih inovatif untuk mengatasi isu transportasi publik, kesenjangan sosial, dan pengangguran di wilayah perkotaan.
"Surabaya, sebagai pusat ekonomi dan politik Jawa Timur, menjadi medan penting untuk menunjukkan keberpihakan mereka terhadap masyarakat perkotaan," kata Ferry
Isu Gender dalam Dinamika Elektoral
Ferry menjelaskan kemenangan Khofifah, jika dikukuhkan, akan menjadi bukti keberlanjutan politik berbasis gender di Indonesia. Sebagai salah satu gubernur perempuan paling berpengaruh, Khofifah telah memanfaatkan narasi pemberdayaan perempuan untuk meraih dukungan luas. Namun, isu gender juga memiliki sisi politis yang kompleks. Di beberapa daerah, terutama pedesaan.
"Popularitas Khofifah masih terhubung dengan peran tradisional yang dilihat sebagai representasi ibu bangsa. Di wilayah urban, narasi ini harus diperluas menjadi simbol kepemimpinan modern yang tanggap terhadap tantangan global," jelasnya.
Peta Politik Jawa Timur ke Depan
Dominasi Khofifah-Emil tidak hanya mencerminkan kekuatan paslon ini di Pilgub Jatim, tetapi juga menandai dinamika partai politik di Jawa Timur. Koalisi besar yang mendukungnya berhasil menciptakan stabilitas elektoral. Namun, persaingan dari kandidat dengan basis dukungan partai-partai muda dan independen, seperti Tri-Gus Hans, menunjukkan pergeseran tren.
Ke depan, partai-partai besar perlu memperkuat daya tarik mereka di kalangan pemilih muda dan perkotaan. Jika tidak, peluang untuk munculnya kandidat alternatif yang lebih progresif akan semakin besar pada pemilu berikutnya.
Ferry mengatakan kemenangan Khofifah-Emil dalam quick count Pilgub Jatim 2024 adalah refleksi dari stabilitas politik, keberhasilan kebijakan lokal, dan konsistensi dukungan dari basis tradisional mereka. Namun, tantangan ke depan tidak kalah besar.
"Pasangan ini harus segera merumuskan strategi baru untuk merangkul pemilih urban, memperkuat inovasi kebijakan, dan menjawab ekspektasi masyarakat yang semakin kritis," ujarnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Keunggulan Khofifah- Emil di Pilgub Jatim dan Tantangan Periode Kedua
Pewarta | : Imadudin Muhammad |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |