TIMES TEMANGGUNG, MALANG – Indonesia sedang dalam perjalanan menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Untuk mencapai target ambisius ini, strategi transisi energi dirancang tidak hanya untuk mengurangi emisi karbon tetapi juga memajukan industrialisasi berbasis energi bersih.
Menurut Ir. Sutopo Kristanto, MM., IPU., sebenarnya, transisi energi menuju NZE bukan hanya soal menekan emisi karbon. Di balik itu, ada soal dukungan investasi, kebijakan yang tepat, dan kerja sama internasional. Indonesia memiliki potensi sangat besar menjadi pemain utama dalam ekonomi hijau global.
"Untuk mempercepat transformasi ini, teknologi sangat berperan penting. Perlu pengembangan teknologi prioritas untuk percepatan transisi energi di Indonesia, kata Calon Wakil Ketua Umum PII 2024-2027 ini, Rabu (27/11/2024).
Dalam hal ini, ia menekankan soal pemilihan teknologi yang efisien, relevan secara lokal dan berpotensi membawa perubahan signifikan dalam mendukung target emisi nol bersih (net zero) pada 2060.
Menurut penilaian Sutopo, ada beberapa teknologi prioritas yang perlu dikembangkan dalam konteks Indonesia.
1. Pengembangan Energi Terbarukan
Menurut Sutopo, ke depan, energi terbarukan harus bisa jadi tulang punggung transisi energi Indonesia. Ada beberapa sektor energi yang jadi fokus untuk terus dikembangkan:
- Panel Surya (Solar PV): Penerapan rooftop solar di perumahan, fasilitas publik, dan kawasan industri semakin digalakkan untuk menekan konsumsi energi berbasis fosil.
- Tenaga Angin (Wind Energy): Potensi angin di Sulawesi dan Nusa Tenggara menjanjikan, berkat kecepatan angin yang ideal untuk pembangkit listrik.
- Tenaga Panas Bumi (Geothermal): Dengan 40% cadangan panas bumi dunia, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin global. Namun, investasi besar masih diperlukan untuk memaksimalkan potensinya.
- Tenaga Air (Hydropower) dan Mikrohidro: Pembangkitan listrik skala kecil sangat cocok untuk wilayah terpencil, mengatasi keterbatasan akses energi.
2. Inovasi Teknologi Penyimpanan Energi
Agar energi terbarukan dapat diandalkan, teknologi penyimpanan yang efektif sangat diperlukan. Sutopo menilai ada tiga teknologi yang perlu dikembangkan.
- Baterai Litium-ion: Indonesia, dengan cadangan nikel melimpah, Indonesia memiliki potensi menjadi pusat produksi baterai global.
- Penyimpanan Energi Hidrogen: Cocok untuk sektor pembangkit listrik dan industri berat.
- Sistem Penyimpanan Energi Baterai (BESS): Solusi ini memungkinkan integrasi energi terbarukan ke dalam jaringan listrik nasional.
3. Pengembangan Kendaraan Listrik (EV)
Kendaraan listrik menjadi bagian integral dari pengurangan emisi sektor transportasi. Menurut Sutopo, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan teknologi kendaraan listrik di Indonesia.
Yang pertama adalah soal Infrastruktur Pengisian EV. Pembangunan stasiun pengisian daya cepat di kota besar dan jalur utama harus menjadi prioritas terlebioh dahulu.
Sementara yang kedua adalah soal Desain Kendaraan Lokal. "Menyesuaikan EV dengan kebutuhan dan daya beli masyarakat Indonesia akan mempercepat adopsinya," ungkap Sutopo..
4. Teknologi Efisiensi Energi
Efisiensi energi adalh salah satu kunci. Efisiensi energi adalah langkah strategis untuk mengurangi konsumsi energi tanpa mengurangi produktivitas.
Untuk itu, diperlukan teknologi Jaringan Listrik Cerdas (Smart Grid) yang mampu mengelola aliran energi dari berbagai sumber terbarukan secara lebih efisien.
Selain itu, perlu dikembangkan juga Bangunan Hemat Energi dengan menerapkan material isolasi termal, pencahayaan LED, dan sistem manajemen energi otomatis. INi jadi hal penting untuk solusi hemat energi di sektor properti.
5. Teknologi Pengelolaan Emisi Karbon
Mengelola emisi karbon dari sektor industri dan pembangkit listrik tetap menjadi tantangan sampai saat ini. Menurut Sutopo, ada dua teknologi yang bisa dikembangkan Indonesia untuk menjawab tantangan besar itu.
Yang pertama adalah teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Teknologi ini menangkap emisi karbon dari pembangkit berbasis fosil untuk dimanfaatkan kembali atau disimpan.
Selanjutnya adalah teknologi Bioenergi dengan CCUS (BECCS). Teknologi ini bicara soal cara menggabungkan bioenergi dan teknologi penangkapan karbon untuk menciptakan pembangkitan energi netral karbon.
Peluang dan Tantangan
Pengembangan seluruh teknologi tadi, membutuhkan sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat. Kebijakan yang mendukung investasi, transfer teknologi, serta edukasi publik adalah elemen kunci untuk memastikan keberhasilan transisi energi di Indonesia.
"Dengan memanfaatkan potensi lokal dan inovasi teknologi, Indonesia dapat menjadi model transisi energi berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara. Masa depan rendah emisi bukan hanya visi, melainkan tujuan nyata yang harus dicapai bersama," pungkas Sutopo. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Target Net Zero Emission 2060, Sutopo Kristanto: Teknologi Kunci untuk Transisi Energi di Indonesia
Pewarta | : Faizal R Arief |
Editor | : Faizal R Arief |