TIMES TEMANGGUNG, BANTUL – Anggota DPRD Bantul mengomentari meningkatnya prevalensi balita stunting di wilayah setempat.
Sekretaris Komisi D DPRD Bantul, Herry Fahamsyah, menyampaikan keprihatinannya atas kenaikan angka stunting yang tercatat dalam lima tahun terakhir, khususnya pada 2024 yang menunjukkan tren peningkatan dibanding tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, pada tahun 2024 tercatat sebanyak 3.417 balita mengalami stunting dari total 43.613 balita yang diukur. Angka ini menunjukkan prevalensi sebesar 7,01 persen, naik dibandingkan tahun 2023 yang sebesar 6,45 persen.
Adapun jumlah balita yang diukur pada tahun 2020 sebanyak 18.638 anak dengan prevalensi stunting sebesar 9,74 persen. Angka ini menurun menjadi 8,36 persen pada 2021 dari total 47.786 balita yang diukur, dan terus menurun pada 2022 menjadi 6,42 persen dari 55.256 balita.
Namun, setelah mencapai titik terendah pada 2022, prevalensi stunting di Bumi Projotamansari kembali naik pada 2023 dan 2024.
"Dalam pembahasan LKPJ 2024 bersama Dinas Kesehatan dan DP3AP3KB, kami di Komisi D mencatat beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian serius Pemkab Bantul. Salah satunya adalah meningkatnya jumlah balita stunting, padahal koordinasi antar OPD sudah dilakukan," ujar Herry, Selasa (15/4/2025).
Selain masalah stunting, Herry juga menyoroti rendahnya rata-rata jumlah anak dalam setiap keluarga di Bumi Projotamansari.
Berdasarkan hasil penghitungan dari jumlah anak dan jumlah kepala keluarga (KK), rata-rata jumlah anak per keluarga di Bantul hanya mencapai 0,8 anak. Padahal, target pemerintah kabupaten bantul berada pada kisaran 2,4 anak per keluarga
"Jadi kalau dirata-rata, satu keluarga itu anaknya cuma 0,8. Artinya dari jumlah anak se-Kabupaten Bantul dibagi jumlah KK se-Bantul, hasilnya hanya 0,8 tidak ada 1 keluarga 1 anak. Ini juga menjadi catatan penting karena dapat berpengaruh pada dinamika kependudukan dan pembangunan daerah bantul kedepan " jelas Politikus PAN itu.
Terkait upaya penanganan, ia menekankan pentingnya pemetaan wilayah-wilayah dengan angka stunting tinggi serta keterkaitannya dengan kemiskinan ekstrem. Menurutnya, pendekatan berbasis data diperlukan agar program penanganan bisa lebih tepat sasaran.
"Perlu ada pemetaan wilayah stunting, apakah ada kaitan dengan kemiskinan ekstrem. Selanjutnya dilakukan upaya pencegahan dan penanganan yang menyasar langsung keluarga miskin, terutama ibu hamil, bayi, dan balita. Ini penting agar anggaran tidak salah sasaran," tegasnya.
Herry berharap berbagai catatan dan evaluasi yang disampaikan Komisi D DPRD Bantul dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan dan program Pemkab Bantul ke depan, khususnya dalam menurunkan angka stunting secara merata dan berkelanjutan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: DPRD Bantul Soroti Kenaikan Prevalensi Stunting, Pemkab Diminta Lakukan Langkah Konkret
Pewarta | : Edy Setyawan |
Editor | : Ronny Wicaksono |